Liputan6.com, Bandung – Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sudah go online harus bisa menjaga kualitas produk. Keterbatasan transaksi online jangan dijadikan kesempatan bagi pelaku bisnis online untuk bermain-main dengan kualitas produk.
Demikian diungkapkan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ahmad Heryawan di Pasar Sentra Ciroyom Bermartabat di Bandung, akhir pekan lalu. Menurutnya, konsistensi pelaku usaha dalam menjaga kualitas produk akan menjadi salah satu kunci kesuksesan.
“Kunci keberhasilan usaha itu ada tiga. Satu, jangkauan pasar luas yang bisa ditempuh melalui online. Setelah itu, konsistensi dalam menjaga kualitas, dan ketiga, kemampuan pelaku usaha dalam memenuhi permintaan,” katanya.
Seperti diketahui, kemampuan pelaku usaha online dalam menjaga kualitas produk adalah salah satu persoalan yang kerap dikeluhkan konsumen. Tidak sedikit konsumen mengeluhkan jauhnya perbedaan antara foto dan produk.
“Untuk produk fesyen misalnya. Seringkali fotonya terlihat spektakuler, tapi ketika datang kualitasnya jauh dari yang dibayangkan. Ternyata bahannya tipis, jahitan tidak rapi, mengecewakan,” ujarnya.
Namun tidak semua pelaku usaha online melakukan praktik tak jujur tersebut. Masih banyak pelaku usaha online yang berlaku jujur dan tepercaya dalam menjalankan usahanya.
“Banyak yang mendeskripsikan produknya dengan jujur dilengkapi foto produk asli. Ketika datang, kualitasnya di luar ekspektasi karena lebih bagus. Kalau begitu, saya puas dan pasti melakukan pembelian berulang, bahkan tak ragu merekomendasikan pada teman-teman,” ujarnya.
Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil (KUK) Jawa Barat (Jabar), Dudi Sudradjat Abdurachim, mengatakan, pelaku UMKM Jabar harus memaksimalkan media pemasaran digital. Pasalnya, ke depan kita akan menyongsong era serba digital.
“Kalau tidak segera beralih memanfaatkan sarana pemasaran digital, pelaku UMKM Jabar akan ketinggalan. Pasar digital itu borderless dan sangat luas. Bisa menjadi sarana untuk menjangkau pasar regional, bahkan global,” kata Dudi.
Berdasarkan riset yang dilakukan Deloitte dua tahun lalu, lebih dari sepertiga UKM Indonesia (36 persen) masih menjalankan bisnisnya secara offline dan 37 persen lainnya memiliki kemampuan online dalam bisnisnya, tetapi keberadaan online mereka statis.
Hanya 18 persen UKM Indonesia yang memiliki kemampuan online menengah, yaitu melibatkan media sosial dan live chat yang terintegrasi di situs jejaring sosial dalam bisnisnya.